Memahami Hadits Hasan: Definisi, Syarat, dan Macam-Macamnya
Hadits Hasan: Definisi, Syarat, dan Macam-Macamnya. Dalam dunia ilmu hadits, memahami klasifikasi dan kualitas hadits menjadi hal penting bagi setiap penuntut ilmu. Salah satu jenis hadits yang sering dibahas oleh para ulama adalah hadits hasan. Meskipun tidak sekuat hadits shahih, hadits hasan tetap bisa dijadikan hujjah dalam penetapan hukum Islam. Lalu, apa itu hadits hasan? Apa saja syaratnya? Dan bagaimana macam-macamnya? Berikut penjelasan lengkapnya.
Pengertian Hadits Hasan
Secara Bahasa
Kata hasan secara bahasa berarti “sesuatu yang disukai oleh jiwa” atau “indah”.
Secara Istilah
Secara istilah, hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil namun tidak sekuat dalam hafalan seperti perawi hadits shahih, serta terbebas dari kejanggalan (syudzudz) dan cacat (‘illah).
Syarat-Syarat Hadits Hasan
Para ulama menetapkan lima syarat agar sebuah hadits dapat dikategorikan sebagai hasan, yaitu:
- Sanadnya bersambung (ittishāl as-sanad).
- Perawi bersifat adil, yakni menjaga kehormatan diri dan tidak melakukan dosa besar.
- Dhabth (hafalan) perawi: perawinya memiliki daya ingat yang baik, meskipun tidak sekuat perawi hadits shahih.
- Terbebas dari syudzudz, yaitu kejanggalan atau penyimpangan dari riwayat yang lebih kuat.
- Terbebas dari ‘illah, yakni cacat tersembunyi dalam sanad atau matan hadits.
Perbedaan dengan Hadits Shahih
Syarat-syarat hadits hasan sebenarnya hampir sama dengan hadits shahih, kecuali pada syarat ketiga. Dalam hadits shahih, perawi harus memiliki ketelitian hafalan pada tingkat tertinggi, sementara dalam hadits hasan, tingkat hafalan perawi berada satu tingkat di bawahnya.
Hukum Mengamalkan Hadits Hasan
Menurut para ulama, hadits hasan dapat dijadikan hujjah dan diamalkan sebagaimana hadits shahih. Meskipun dari sisi kekuatan berada di bawah shahih, hadits hasan tetap diterima selama memenuhi syarat-syaratnya. Namun, ketika terjadi pertentangan antara hadits hasan dan hadits shahih, maka hadits shahih didahulukan karena lebih kuat.
Istilah Lain yang Digunakan
Dalam literatur hadits, seringkali digunakan istilah lain untuk menunjukkan hadits yang diterima, seperti:
Jayyid (baik)
Qawiyy (kuat)
Shāliḥ (layak)
Tsābit (kokoh)
Maqbūl (diterima)
Masyhūr (terkenal)
Namun, jika seorang ulama menggunakan istilah tersebut alih-alih langsung menyebut “shahih”, itu menunjukkan bahwa hadits tersebut belum memenuhi seluruh syarat hadits shahih, sehingga dipilih istilah yang satu tingkat di bawahnya.
Penggabungan Istilah “Hasan Shahih”
Imam at-Tirmidzi sering menyebut suatu hadits dengan istilah “hasan shahih”. Ulama memberikan dua penjelasan terhadap istilah ini:
- Hadits tersebut memiliki dua sanad, satu shahih dan satu hasan.
- Sang muhaddits ragu dalam menetapkan statusnya, antara hasan atau shahih.
Macam-Macam Hadits Shahih dan Hasan
Hadits Shahih terbagi menjadi:
- Shahih li dzātih: shahih karena dirinya sendiri, memenuhi seluruh syarat tertinggi penerimaan hadits.
- Shahih li ghayrih: hadits yang pada asalnya tidak shahih, namun menjadi shahih karena adanya penguat (jābir), seperti riwayat lain atau mutābi‘.
Hadits Hasan terbagi menjadi:
- Hasan li dzātih: hadits yang pada dirinya sendiri memenuhi syarat hasan.
- Hasan li ghayrih: hadits yang pada asalnya lemah (dha‘īf), lalu naik derajat karena diperkuat oleh jalur lain yang serupa.
Contoh Hadits Hasan li Ghayrih
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari jalur Syu’bah, dari ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya, bahwa:
“Seorang wanita dari Bani Fazarah menikah dengan mahar dua sandal. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Apakah engkau rela dirimu dan hartamu dinikahi dengan dua sandal?’ Ia menjawab: ‘Ya.’ Maka Nabi membolehkannya.”
‘Ashim bin ‘Ubaidillah dikenal lemah hafalannya. Namun karena hadits ini datang dari banyak jalur, at-Tirmidzi menyatakannya sebagai hadits hasan.
Empat Peringkat Utama Hadits Diterima
Secara umum, hadits yang diterima oleh para ulama terbagi dalam empat tingkatan:
- Shahih li dzātih – paling tinggi dan paling kuat.
- Shahih li ghayrih – naik karena diperkuat oleh riwayat lain.
- Hasan li dzātih – satu tingkat di bawah shahih li dzātih.
- Hasan li ghayrih – berasal dari hadits lemah namun naik karena penguat.
Kesimpulan
Hadits hasan, meskipun berada satu tingkat di bawah shahih, tetap memiliki nilai ilmiah yang tinggi dan bisa dijadikan hujjah dalam hukum Islam, selama memenuhi syarat-syaratnya. Mengetahui macam-macam hadits hasan dan bagaimana hadits lemah bisa naik derajat menjadi hasan juga menunjukkan luasnya metode kritis dalam ilmu hadits yang diwariskan para ulama.
Referensi:
Abuya Sayyid Muhammad bin ʿAlawī al-Mālikī, Manhal al-Laṭīf fī Uṣūl al-Ḥadīts
Jika Anda tertarik dengan artikel bernuansa keilmuan seperti ini, jangan lupa untuk menyimpannya atau bagikan ke sahabat Anda yang sedang mendalami ilmu hadits!
Baca Juga : Hadist Shohih
Share this content: