AL WAFA Pengajian Alumni Rijan Di Tambakrejo
Pengajian Rutin Al-Wafa di Tambakmadu, Tambakrejo, Surabaya – 16 September 2024. Pada siang hari yang mendung di Surabaya, semilir angin sejuk membawa keharuman, seolah menyambut hati-hati yang berkumpul di kediaman Ustad Saiful Haq. Di sini, para alumni Riyadlul Jannah yang tergabung dalam Al-Wafa kembali merajut rindu kepada sang guru yang penuh wibawa dan kepada Rasulullah yang mulia.
Pertemuan kali ini diadakan di Tambakmadu, Tambakrejo, tepat di rumah Ustad Saiful Haq, seorang yang akrab bagi para alumni, serta teman seperjuangan mimin dulu, yakni Saudara Rizqulloh. Alhamdulillah, bisa bertemu lagi dengan Cak Riz! Teman-teman yang hadir dengan hangat menggoda, “Akhirnya kita menemukan domba yang hilang!” kwkwkwkwk Canda khas alumni membuat suasana semakin akrab. Guyon Cak rizzzz…….
Acara dibuka seperti biasa, setelah sholat Dhuhur berjamaah. Namun, kali ini ada yang istimewa, karena pertemuan tersebut juga sekaligus memperingati haul dari Ibu Hajah Suhainah, ibunda tercinta dari Ustad Saiful Haq dan Cak Riz. Ibu Hajah Suhainah, yang dahulu dikenal dengan sebutan Bu Muda’i, adalah salah satu jamaah setia Abuya KH. Mahfudz Syaubari.
Sambutan Tuan Rumah
Ustad Saiful Haq dalam sambutannya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kehadiran semua alumni dan memohon maaf jika ada kekurangan dalam penyajian makanan, tempat, atau pelayanan. Dengan rendah hati, Ustad Saiful juga menyebut dirinya sebagai salah satu “assabiqunal awwaluun”—golongan santri pertama Riyadlul Jannah. Beliau pun berbagi kisah tentang perjuangan Abuya KH. Mahfudz Syaubari dalam berdakwah, hingga akhirnya hari ini para alumni masih bisa menikmati hasil perjuangan beliau.
Ustad Saiful juga menyamakan pertemuan Al-Wafa ini dengan “nge-charge” hati, seperti halnya HP yang butuh diisi ulang saat baterainya habis. Beliau berharap Al-Wafa akan terus berkembang dan selalu kompak. Tidak lupa, dalam candanya, beliau menambahkan, “Semoga kita bisa saling tukar pendapat dan pendapatan, bukan hanya urun rembuk pendapat tapi juga pendapatan, hehe.”
Acara Inti AL WAFA Pengajian Alumni
Setelah sambutan hangat dari tuan rumah, acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil dan Yasin yang dipimpin oleh Agus Abdullah Mahfudz. Setelah itu, KH. Ahsanul Milal menyampaikan pengajian dari kitab Tambihul Mugtarrin, yang diakhiri dengan pembacaan maulid oleh Agus Najah Mahfudz dengan nada khasnya, yang membuat suasana semakin syahdu.
Pengajian Kitab Tanbihul Mugtarrin
AL WAFA Pengajian Alumni . Pengajian Kitab Tanbihul Mugtarrin kali ini diisi oleh KH Ahsanul Milal, Lc., pengasuh Pondok Pesantren Husnul Hidayah, Kemasantani, Gondang, Mojokerto. Sebelum pembacaan kitab dimulai, beliau menyampaikan sebuah pesan yang terdapat di bait Alfiyyah:
وَتَقَتَضِيْ رِضًا بِغَيْرِ سُخْطِ # فَائِقَةً أَلْفِيَّةَ ابْنِ مُعْطِيْ
“Alfiyyah ini (penulis) harapkan mendapat ridha Allah tanpa dicampuri kemurkaan, seraya mengungguli kitab Alfiyyah milik Ibn Mu’thi.”
Beliau lalu mengisahkan bahwa Imam Ibnu Malik pernah ditegur dengan nadhom tersebut karena seakan-akan merasa sombong, hingga mengakibatkan hafalannya terhenti. Imam Ibnu Malik kemudian tersadar setelah bermimpi bertemu dengan Ibnu Mu’thi dan akhirnya meneruskan dengan nadhom:
وَهُوَ بِسَبْقٍ حَائِزٌ تَفْضِيْلَا # مُسْتَوْجِبٌ ثَنَائِيَ الْجَمِيْلَا
“Dia, Ibnu Mu’thi (Abul Hasan Yahya bin Abdil Mu’thi), lebih dahulu dan berhak atas keunggulan, serta pantas mendapatkan pujian yang sangat baik dariku.”
KH Ahsanul Milal menjelaskan bahwa kisah ini menjadi pelajaran agar kita tidak merasa lebih unggul dari para pendahulu kita. Beliau menekankan pentingnya menghormati pendahulu, karena ilmu tidak akan terlihat indah tanpa adab.
Salah satu harta terbesar yang bisa kita miliki adalah seorang guru dengan sanad yang tersambung hingga Rasulullah SAW.
Beliau juga mengingatkan bahwa kita tidak bisa mengandalkan amal kita sendiri, karena belum tentu amal kita diterima oleh Allah. Oleh karena itu, kita harus selalu Gandol kepada para guru yang sudah dipilih Allah. KH Ahsanul Milal menyampaikan, “Kita butuh ‘dekengan wong pusat’, bukan ‘dekengan pusat‘. ‘Wong pusat’ meliputi wali-wali Allah, ulama-Nya, dan orang-orang yang dekat dengan-Nya.” lah memang kita ini siapa ? kok langsung kepingin dekengan pusat. Hendaknya kita memang bertawassul, salah satunya melalui para Guru, Meliputi Para Habaib dan Kiyai. Ibaratnya kita tetap butuh Orang Dalam ( Orang- orang yang mulia disisinya Allah ) agar bisa dekat dengan ALLAH.
Beliau juga berpesan agar kita tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang beredar saat ini. Kita patut memuliakan para hamba Allah yang alim, terutama dzurriyah Nabi. Para ulama sangat berhati-hati dalam memverifikasi nasab dan sanad keilmuan, hingga lahirlah ilmu mustholahul hadith. Terdapat dua jenis khabar: mutawatir dan ahad. Khabar mutawatir adalah berita yang disampaikan oleh banyak orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berbohong, sementara khabar ahad masih terbagi lagi menjadi yang shahih, hasan, dan dhaif.
KH Ahsanul Milal memperingatkan agar kita berhati-hati terhadap berita yang belum tentu kebenarannya, karena jika salah langkah, kita bisa jatuh ke dalam ghibah, terutama jika yang kita bicarakan adalah orang alim. Rasulullah SAW sendiri jika menyampaikan teguran, tidak pernah menyebut nama, melainkan hanya mengatakan:
ما بال أقوام (Kenapa sebagian kaum…)
Beliau mengingatkan bahwa “darahnya ulama itu racun“. Siapa yang menggunjing ulama, maka siap-siap meneguk racun. Orang yang Ghibah sama halnya meminum darah yang di gibahi.
Maulidun Nabi Di Acara AL WAFA Pengajian Alumni
Dalam kesempatan ini, KH Ahsanul Milal juga menjelaskan tentang pentingnya memperingati Maulid Nabi SAW. Beliau mengutip ayat Al-Qur’an:
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.” (QS. Yunus: 58)
KH Ahsanul Milal menegaskan bahwa salah satu bentuk rahmat terbesar yang diberikan Allah adalah kelahiran Rasulullah SAW, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, wahai Muhammad, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Beliau mengajak kita untuk selalu bersyukur dan menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah SAW melalui amalan, bukan hanya sekadar ucapan.
KH Ahsanul Milal kemudian melanjutkan pembacaan maqolah dari kitab Tanbihul Mugtarrin dengan penuh tawadhu’, seraya memberikan makna dalam bahasa Indonesia Karena Rindu dengan Bacaan Khas KH Mahfudz Syaubari. Salah satu maqolah yang beliau bacakan adalah:
و دخل الحسن البصري على رجل و هو يجود بنفسه فقال إن امرأ هذا آخره لحقيق أن يزهد في أوله و لما حضرت أبا ذر الوفاة قال: يا موت اخنق و عجل فإني أحب لقاء اللّه.
Imam Hasan al basri masuk pada orang yang loman pada jiwanya ( orang yang akan meninggal ) . Kemudian Imam Hasan berkata : Sesunggunya ini orang, dengan keadaannya yang akan menjelang kematian, sungguh pantas sebab Zuhudnya di masa hidup. Imam Abu Dzar saat akan meninggal berkata : Wahai Kematian ,Cepat-cepat Cekiklah , Karena saya Bahagia sebab akan bertemu Dzat yang saya cintai Yakni Allah SWT.
KH Ahsanul Milal menjelaskan bahwa zuhud adalah tidak terikatnya hati pada dunia seperti yang pernah di sampaikan oleh Abuya. Imam Sufyan ats-Tsauri juga berkata:
قال سفيان الثورى: الزهد في الدنيا قصر الأمل ليس بأكل الغليظ ولا لبس العباء (مدارج السالكين).
“Zuhud di dunia adalah memendekkan angan-angan, bukan terletak pada makanan yang tidak enak atau pakaian yang sederhana.”
Beliau menekankan bahwa zuhud bukan berarti hidup dalam kesulitan ( memakan makanan tidak enak dan memakai pakaian yang sederhana ) , tetapi hati tidak boleh terlalu mengharap kenikmatan dunia.
Sebagaimana Syi’ir yang sudah di sampaikan Abuya :
بلاقتصاد عيشنا في سهل # لنعبد وليس جمع مال
“Ekonomi sarana hidup di dunia, tuk mengabdi bukan numpuk harta benda “.
Segala sesuatu yang kita peroleh hendaknya menjadi sarana untuk mengabdi. Beliau Menyampaikan, apapun yang dimiliki oleh Abuya yakni bangunan pondok yang megah , adalah untuk memulikan Tamu, mulai lintas Mazhab, lintas Politik. Salah satu Thoriqohnya Abuya adalah memuliakan Tamu. Tidak mengapa kita kaya, akan tetapi dengan niat yang bagus, salah satunya untuk niat memuliakan tamu.
Beliau KH ahsanul Milal juga menjelaskan tentang Abu Dzar yang meminta untuk cepat di ambil nyawanya karena sudah rindu Kepada Allah SWT. Pesan beliau ” kita tidak bisa seperti Abu Dzar karena sedikitnya amal, oleh sebab itu pentingnya kita nyambung kepada para guru , dengan sering bertawassul.”
Perbedaan antara orang yang mendapat petunjuk dan orang yang tergelincir itu sangatlah tipis. Inilah mengapa pentingnya memiliki guru dan menyambungkan hati dengan guru. Salah satu caranya adalah dengan tawassul melalui Al-Fatihah.
KH Ahsanul Milal juga berpesan, “Dzurriyahnya Guru adalah Guru.” Jangan sampai kita sebagai murid memiliki perasaan, “Oh, dulu saya yang merawat dia waktu kecil, saya yang mengajarinya,” dan seterusnya. Itu hanya dari sisi lahiriah saja. Menghormati dzurriyah guru adalah jalan untuk menyambungkan diri dengan guru. Para dzurriyah pasti memiliki nilai lebih (khaliah) yang diwarisi dari Guru. Jangan hanya melihat umur atau kondisi lahiriah saat mereka kecil. Maka, sudah sepantasnya kita menghormati keturunan guru tanpa terkecuali.
Beliau juga menjelaskan bahwa pada zaman para sahabat setelah kekhalifahan Umar bin Khattab, terjadi dua perang besar, yaitu Perang Jamal dan Perang Shiffin. Singkatnya, perang-perang ini yang nantinya menyebabkan munculnya banyak kelompok (firqoh), salah satunya adalah kelompok Khawarij. Sebagai pengikut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kita menghormati ijtihad para sahabat pada masanya.
Beliau juga mengutip nadham dari Imam Ibnu Ruslan dalam kitab Shofwatuz Zubad:
وما جرى بين الصحابي نسكت # عنه وأجر الإجتهاد نثبت
“Kita tidak perlu berkomentar mengenai apa yang terjadi di antara para sahabat. Kita tetapkan pahala ijtihad kepada mereka.”
Setiap sahabat memiliki pahala atas ijtihad mereka masing-masing. Kita sebagai Ahlus Sunnah lebih baik diam terhadap apa yang terjadi di antara mereka.
Bayangkan jika kedua perang tersebut terjadi di zaman sekarang, di mana semua serba media sosial. Apa yang akan kita lakukan? Cara paling bijak dan bejo adalah diam, terutama jika kita bukan ahli dalam masalah tersebut.
Baca Juga : Orang Pertama Merayakan Maulid Nabi SAW: Sebuah Kajian
Mahabbah Kepada Rosulullah SAW
Terakhir, beliau menyampaikan ajakan yang mendalam kepada kita semua untuk menumbuhkan kecintaan (mahabbah) kepada Rasulullah SAW. Beliau mengutip sebuah hadis yang berbunyi:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ السَّاعَةِ، فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: «وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا». قَالَ: لاَ شَيْءَ، إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ». قَالَ أَنَسٌ: فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ، فَرِحْنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ» قَالَ أَنَسٌ: فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ.
“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hari kiamat, ia berkata: ‘Kapan terjadinya hari kiamat?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang telah kamu persiapkan untuk menghadapinya?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada, kecuali bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Maka Nabi bersabda: ‘Kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.‘”
Anas bin Malik RA berkata, “Kami belum pernah merasa sebergembira ini seperti kegembiraan kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Kamu akan bersama orang yang kamu cintai.’ Anas RA kemudian menambahkan, ‘Aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap dapat bersama mereka karena kecintaanku kepada mereka, meskipun aku tidak memiliki amal seperti amal mereka.‘”
Beliau menyampaikan hadis ini dengan penuh penghayatan, terlebih saat sampai pada lafaz “Anta Ma’a Man Ahbabta,” yang membuat mata beliau berkaca-kaca.
Cinta kepada Rasulullah SAW, kata beliau, perlu dibuktikan dengan amalan nyata, bukan hanya sekadar ucapan. Beliau juga mengutip ucapan Imam Al-Ghazali:
فإن من أحب شيئاً أكثر من ذكره ومن أكثر من ذكر شيء وإن كان تكلفاً أحبه
“Sesungguhnya, orang yang mencintai sesuatu akan sering menyebutnya. Dan barang siapa yang sering menyebut sesuatu, meskipun awalnya terpaksa, pada akhirnya ia akan mencintainya.”
Oleh karena itu, mari kita perbanyak bershalawat hingga cinta kepada Rasulullah SAW benar-benar terasa dalam hati kita.
Pertemuan di Tambakmadu ini menjadi momen yang penuh kehangatan, baik dalam doa, dzikir, maupun canda tawa. Para alumni Riyadlul Jannah yang hadir merasa berbahagia bisa kembali bersua, menjalin ukhuwah, dan menghidupkan kembali semangat ilmu dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Terlebih bisa bertemu Dengan Ummahatul Mu’minin dan abna’ Abuya . Semoga silaturahmi ini terus terjaga, dan Al-Wafa tetap menjadi wadah yang Kompak untuk “nge-charge” hati para alumni.
Share this content:
support Mimin dengan Traktir Kopi
Post Comment