01. Musyawaroh Fiqh Sabtu Malam minggu

Green%20Modern%20Did%20You%20Know%20Instagram%20Post 01. Musyawaroh Fiqh Sabtu Malam minggu

Musyawaroh Fiqh setiap sabtu malam

Kelas 3 ibtida’ Putra.

Bab : Thoharoh

Hari dan tanggal : Sabtu, 18 Mei 2024

Jam : 21.00 – 22.00 WIB

Karena ini dalam tahap belajar untuk melatih para santri, maka jawaban sesuai dengan yang mereka pelajari dan pahami. Rata-rata tidak menggunakan kutipan ta’bir dari kitab-kitab Fiqh yang lebih luas keterangannya. Akan tetapi minimal bisa melatih mental untuk angkat bicara dan menyampaikan pendapatnya.


Sinau Bareng

Pertanyaan 01.

· 1. Bagaimana hukumnya aliran air sungai yang terkena najis dari bongkaran sapiteng ?

Jawaban :

· Hukumnya suci karena air lebih dari dua qullah, dan juga bentuk, warna , rasa tidak berubah. Jika berubah maka hukumnya Najis.

Pertanyaan 02.

Bagaimana hukumnya air kurang 2 qullah yang terkena percikan air musta’mal. Seperti saat mandi besar , air yang di dalam ember terkena percikan.

Jawaban:

Hukumnya tetap suci mensucikan karena tidak sampai merubah kemutlakan nama air. Artinya hanya sekedar terkena percikan. yang di hukumi musta’mal adalah percikannya. 

Keterangan Tambahan

Soal pertama .

Bagaimana hukumnya aliran air sungai yang terkena najis dari bongkaran sapiteng ?

 
Jawaban :
Air yang tenang yang volume kurang dari Dua qullah apabila terkena najis , maka hukumnya najis. Jika volumenya mencapai Dua qullah dan tidak berubah , maka statusnya suci.

Perlu diketahui hukum air tenang dan mengalir statusnya sama. Untuk air yang mengalir bisa di lihat dulu, apakah najis ikut mengalir atau diam, apakah volume mencapai dua qullah atau tidak.

Dua kulah di sini dilihat dari posisi antara dua pinggir sungai atau benda yang mengalirkan air. Sementara panjangnya tidak diperhitungkan, walaupun hingga ratusan meter.

air yang mengalir pada dasarnya terpisah secara hukum meskipun terlihat bersambung secara zahir. Demikian sebagaimana yang dikemukakan oleh Syekh Nawawi dalam kitabnya.

أن الماء الجاري كالراكد فيما مر لكن العبرة في الجاري بالجرية نفسها لا مجموع الماء فإن الجريات متفاصلة حكما وإن اتصلت في الحس لأن كل جرية طالبة لما قبلها هاربة عما بعدها

Artinya: “Sesungguhnya, air yang mengalir, sebagaimana pembahasan sebelumnya, layaknya air yang menggenang. Namun, yang diperhitungkan pada air mengalir adalah aliran itu sendiri, bukan keseluruhan air. Aliran air itu secara hukum terpisah meskipun secara kasat mata tampak bersambung. Sebab, setiap aliran membutuhkan air sebelumnya dan mendorong air setelahnya,” (Lihat: Syekh Nawawi al-Bantani, Kasyifatus Saja Syarh Safinatin Naja, halaman 21).

Najis yang ikut Mengalir

Jika air mengalir yang volumenya kurang dari dua kulah , Apabila terkena najis dan najisnya ikut mengalir, maka status di sekitarnya tersebut hukumnya najis. baik berubah maupun tidak. Sedangkan air yang ada sebelum dan setelah najis tetap suci. Air sebelum najis dihukumi suci karena belum bersentuhan dengan najis, sedangkan air setelah najis dihukumi suci karena tidak bersentuhan dengan najis karena sudah lewat.

إذا كانت النجاسة تجري مع الماء بجرية لا تنفك عنه، فإن الماء الذي قبل النجاسة طاهر؛ لأنه لم يصل إلى النجاسة، والماء الذي بعد النجاسة طاهر أيضًا؛ لأن النجاسة لم تصل إليه

Artinya: “Jika najis mengalir bersama air dengan aliran yang tidak berpisah darinya, maka air yang ada sebelum najis tersebut adalah suci karena ia belum sampai kepada najis. Demikian pula air yang ada setelah najis juga suci sebab najis tidak sampai kepadanya,” (Lihat: Abu al-Hasan, al-Bayan, jilid I, halaman 38).

Jika aliran air di sekitar najis mencapai dua kulah, maka ia tetap suci selama kondisinya tidak berubah. Namun, ingat volume dua kulah di sini dilihat dari lebar dan dalamnya aliran, bukan dilihat dari jauhnya.

Najis yang tidak ikut mengalir.

  • Jika air mengalir volumenya kurang dari dua qullah terkena najis yang tidak ikut mengalir, maka semua air yang melewati najis tersebut hukumnya najis, terkecuali ada wadah yang mengumpulkannya hingga mencapai volume dua qullah dan juga bentuknya tidak berubah.
  • Jika air mengalir volumenya ada dua qullah kemudian terkena najis yang tidak ikut mengalir, maka hukumnya suci selama tidak ada perubahan yang disebabkan najis tersebut.

فإن كانت جامدة واقفة فذلك المحل نجس وكل جرية تمر بها نجسة إلى أن تجمع قلتان منه في موضع كفسقية مثلا فحينئذ هو طهور إذا لم يتغير بها

Artinya: “Jika kondisi najis adalah keras dan diam, maka tempat air di sekitar najis tersebut adalah najis. Dan setiap aliran yang melewati najis juga najis hingga aliran tersebut berkumpul di satu tempat . Maka jika sudah berkumpul mencapai dua kulah, air menjadi suci selama tidak berubah,” (Lihat: Syekh Nawawi al-Bantani, Kasyifatus Saja Syarh Safinatin Naja, halaman 21).

Oleh karena itu kenapa di masyarakat di anjurkan tetap punya tandon air , karena jika dalam saluran pipa terdapat najis yang menetap, maka akan hilang status najisnya, dikarenakan sudah terkumpul didalam tandon yang volumenya mencapai dua qullah, dengan syarat airnya tidak berubah oleh najis tersebut. Dua qulah setara dengan volume 270 liter menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu.

Soal nomor dua

Bagaimana hukumnya air kurang 2 qullah yang terkena percikan air musta’mal. Seperti saat mandi besar , air yang di dalam ember terkena prcikan.

 
Jawaban

Dijelaskan dalam kitab Taqrirat as-Sadidah.

معنى المستعمل : ما استُعمل في فرض الطهارة. شروط الماءِ المُستَعْمَلِ أربعة : ١ – أن يكون قليلاً، أي : دونَ القُلتَين . ٢ – أن يُستعمَلَ فيما لا بدَّ منه أي فرضِ الطَّهارة، رفع الحدث أو إزالة النجس. ٣ ـ أن ينفصل عن العضو فما دام متردداً على العضو فلا يُسمى مستعمل. ٤ـ أن لا ينوي ،الاغتراف فإذا نوى الاغتراف لم يكن الماء الباقي مستعملاً

Artinya, “Makna air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci wajib. Adapun syarat air musta’mal ada empat: 

(1) Airnya sedikit, yakni kurang dari dua kulah. 
(2) Airnya sudah digunakan untuk sesuatu yang harus. Maksudnya, bersuci wajib, menghilangkan hadats atau menghilangkan najis. 
(3) Airnya telah terpisah dari anggota tubuh, maka selama air masih berada dalam anggota tubuh tidak dinamakan dengan air musta’mal. 
(4) Tidak niat igtirof (menciduk) maka jika seorang niat menciduk, air sisanya bukanlah air musta’mal.” (Hasan bin Ahmad bin Muhammad al-Kaf, Taqrirat as-Sadidah Fi Masail al-Mufidah, [Tarim, Darul Ilmi Wadda’wah: 2003], halaman 59-60).

فإن لم يمنع اطلاق اسم الماء عليه، بأن كان تغيّره بالطاهر يسيرا أو بما يوافق الماء في صفاته، وقدر مخالفا ولم يغيره فلا يسلب طهوريته؛ فهو مطهر لغيره.

Artinya:  “Apabila tidak sampai merusak kemutlakan nama air, misalnya berubahnya air tadi disebabkan tercampur dengan benda suci dengan kadar berubah sedikit, atau bercampur dengan benda yang kebetulan mempunyai sifat yang persis dengan air, dan dikira-kira dengan perkara lain (yang memiliki sifat yang sedang) air tidak sampai berubah. Maka kalau demikian, status air tetap suci dan mensucikan pada yang lain.” (Muhammmad ibn Qasim ibn Muhammad al-Ghazi, Fathul Qorib al-Mujib)

Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhlatu at-Thalibin.

إِذَا اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ الْكَثِيرِ أَوِ الْقَلِيلِ مَائِعٌ يُوَافِقُهُ فِي الصِّفَاتِ، كَمَاءِ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ، وَمَاءِ الشَّجَرِ، وَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ، فَوَجْهَانِ. أَصَحُّهُمَا: إِنْ كَانَ الْمَائِعُ قَدْرًا لَوْ خَالَفَ الْمَاءَ فِي طَعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِيحٍ لَتَغَيَّرَ التَّغَيُّرَ الْمُؤَثِّرَ، سَلَبَ الطَّهُورِيَّةَ، وَإِنْ كَانَ لَا يُؤَثِّرُ مَعَ تَقْدِيرِ الْمُخَالِفَةِ، لَمْ يَسْلُبْ وَالثَّانِي: إِنْ كَانَ الْمَائِعُ أَقَلَّ مِنَ الْمَاءِ، لَمْ يَسْلُبْ. وَإِنْ كَانَ أَكْثَرَ مِنْهُ أَوْ مِثْلَهُ، سَلَبَ. وَحَيْثُ لَمْ يَسْلُبْ، فَالصَّحِيحُ أَنَّهُ يَسْتَعْمِلُ الْجَمِيعَ

Artinya, “Jika ada cairan yang bercampur dengan air yang banyak atau sedikit yang mana cairan tersebut menyamai air itu dalam sifat-sifatnya, seperti air bunga yang sudah tidak berbau, atau air pohon, atau air musta’mal maka ada dua pendapat.

Pendapat yang paling kuat adalah, jika cairan itu mencapai suatu kuantitas yang seandainya berbeda dengan air (mutlak) dalam hal rasa, warna, dan bau maka air tersebut akan berubah dengan perubahan yang mempengaruhi, maka cairan tersebut menghilangkan sifat kesucian air. Tetapi jika kuantitasnya tidak mempengaruhi dengan memperkirakan adanya perbedaan sifat, maka itu tidak menghilangkan sifat kesuciannya.”

Pendapat kedua, jika volume cairan yang mempunyai sifat sama dengan air mutlak lebih sedikit, maka tidak menghilangkan sifat kesuciannya. Namun, jika volumenya lebih banyak atau menyamai air mutlak yang dicampuri maka menghilangkan sifat kesuciannya. Dan ketika tidak menghilangkan sifat kesuciannya, maka menurut pendapat yang shahih keseluruhan airnya dapat digunakan.” (Abu Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syaraf an-Nawawi, Raudhlatu at-Thalibin, [Beirut, Maktabah Islamiyah: 1412 H] juz 1, halaman 12).

Intinya , status air mutlak di dalam ember yang terkena percikan air bekas mandi wajib yang statusnya air musta’mal adalah tetap suci mensucikan dan dapat digunakan untuk bersuci, karena sedikitnya percikan air musta’mal yang masuk ke dalam ember, dan jika di kira-kirakan, airnya tidak berubah dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air.

Wallahu A’alam.     

Share this content:

support Mimin dengan Traktir Kopi

Hitam-Putih-Kuning-Modern-Menjelajahi-Tanah-Suci-Youtube-Thumbnail--1024x576 01. Musyawaroh Fiqh Sabtu Malam minggu

Post Comment